20/03/17

Being A Good Muslim : Takarlah Keislaman Dirimu!

Imam Ahmad bin Hanbal berkata, “Keislaman kaum Muslimin dapat diukur dengan sejauh mana perhatian mereka terhadap shalat. Semangat mereka terhadap Islam juga dapat dukur dengan sejauh mana semangat mereka terhadap shalat. Oleh karena itu, ketahuilah wahai hamba Allah, bahwa keislaman dirimu adalah sesuai dengan bagaimana sikap Anda terhadap shalat. Waspadalah untuk bertemu dengan Allah SWT, sementara dirimu tidak memiliki bobot keislaman, karena bobot keislaman di dalam hatimu itu sesuai dengan bobot shalat di dalam hatimu,”.
Harapanku kepada Allah sedemikian besarnya agar Dia berkenan mengubah keadaan Anda, wahai para pembaca yang budiman, setelah membaca buku ini. Semoga Allah mewariskan kehusyukan kepadamu setelah selesai membaca buku ini hingga halaman terakhir, insya Allah. Demikian juga agar engkau bisa merasakan sebagaimana yang pernah dirasakan oleh Nabi kita di dalam menunaikan shalat, dimana beliau bersabda, “Kesejukan hatiku dijadikan oleh Allah dalam melaksanakan shalat”.
Khusyuk merupakan kunci keistiqamahan dan pintu hidayah bagi seluruh anggota jasmani ini, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Imam Al-Junaid ketika berkata “Khusyuk adalah merendahkan hati kepada Dzat Yang Mengetahui segala yang gaib. Hati adalah pangerannya badan. Jika hati itu khusyuk, maka akan turut khusyuk pula pendengaran, penglihatan, wajah, dan seluruh anggota tubuh yang lainnya dengan segala yang lahir darinya, termasuk ucapan.”
Kekhusyukan merupakan keterjagaan jiwa yang sifatnya terus menerus bagi perasaan hati dan segala gerakannya sehingga ia tidak menoleh, kewaspadaan dari segala godaan sehingga ia tidak tersesat, serta kehati-hatian diri dari segala syahwat dan kelalaiannya karena khawatir jika sampai tersesat, kemudain hatinya menjadi keras dan bahkan mati.
Kekhusyukan merupakan salah satu di antara ilmu-ilmu yang paling bermanfaat dan paling mulia. Sebab, ia akan melahirkan rasa takut di dalam hati. Adalah Rasulullah berlindung kepada Allah dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyuk dan doa yang tidak didengar. Sebab, hati yang tidak khusyuk itu ilmunya tidak akan bermanfaat dan doanya tidak akan didengar.
Kekhusyukan lebih wajib bagi para dai. Jika kehusyukan tidak menjadi sifat dari para dai dan keadaan mereka dewasa ini, maka musibahnya sangatlah besar. Perbaikan yang ditunggu-tunggu  menjadi semakin jauh, dan pemberian petunjuk kepada manusia menjadi hanya lamunan dan angan-angan belaka. Selanjutnya, dosa orang-orang yang menyatakan diri sebagai para pembaharu justru berlipat-lipat dan kesalahan mereka menjadi sangat telak. Betapa sering Islam ini tertimpa bencana disebabkan oleh- tangan- tangan umatnya sndiri sebagaimana bencana yang disebabkan oleh serangan musuh-musuhnya.
Masing-masing pemimpin bertanggung jawab atas bawahan yang dipimpinnya. Oleh karena itu, tanggung jawab para ayah dan ibu di dalam mengkhusyukkan anak-anak mereka semakin berlipat. Ketika Malik bin Dinar melihat seseorang yang buruk dalam mengerjakan shalatnya, dia berkata, “Betapa aku sangat kasihan terhadap keluarganya.” Ditanyakanlah kepadanya, “Wahai Abu Yahya, anak ini burk dalam mengerjakan shalatnya, akan tetapi engkau justru merasa kasihan terhadap orang tuanya,” (Mengapa demikian?) Daia menjawab, “Sesungguhnya dari merekalah dia belajar”.

“Do not read, as children do, to amuse yourself, or like the ambitious, for the purpose of instruction. No, read in order to live.” 
― Gustave Flaubert

Tidak ada komentar:

Posting Komentar