Imam Ahmad bin Hanbal berkata, “Keislaman
kaum Muslimin dapat diukur dengan sejauh mana perhatian mereka terhadap shalat.
Semangat mereka terhadap Islam juga dapat dukur dengan sejauh mana semangat
mereka terhadap shalat. Oleh karena itu, ketahuilah wahai hamba Allah, bahwa
keislaman dirimu adalah sesuai dengan bagaimana sikap Anda terhadap shalat.
Waspadalah untuk bertemu dengan Allah SWT, sementara dirimu tidak memiliki
bobot keislaman, karena bobot keislaman di dalam hatimu itu sesuai dengan bobot
shalat di dalam hatimu,”.
Harapanku kepada Allah sedemikian
besarnya agar Dia berkenan mengubah keadaan Anda, wahai para pembaca yang
budiman, setelah membaca buku ini. Semoga Allah mewariskan kehusyukan kepadamu
setelah selesai membaca buku ini hingga halaman terakhir, insya Allah. Demikian
juga agar engkau bisa merasakan sebagaimana yang pernah dirasakan oleh Nabi
kita di dalam menunaikan shalat, dimana beliau bersabda, “Kesejukan hatiku
dijadikan oleh Allah dalam melaksanakan shalat”.
Khusyuk merupakan kunci keistiqamahan
dan pintu hidayah bagi seluruh anggota jasmani ini, sebagaimana yang telah
dijelaskan oleh Imam Al-Junaid ketika berkata “Khusyuk adalah merendahkan hati
kepada Dzat Yang Mengetahui segala yang gaib. Hati adalah pangerannya badan.
Jika hati itu khusyuk, maka akan turut khusyuk pula pendengaran, penglihatan,
wajah, dan seluruh anggota tubuh yang lainnya dengan segala yang lahir darinya,
termasuk ucapan.”
Kekhusyukan merupakan keterjagaan
jiwa yang sifatnya terus menerus bagi perasaan hati dan segala gerakannya sehingga
ia tidak menoleh, kewaspadaan dari segala godaan sehingga ia tidak tersesat,
serta kehati-hatian diri dari segala syahwat dan kelalaiannya karena khawatir
jika sampai tersesat, kemudain hatinya menjadi keras dan bahkan mati.
Kekhusyukan merupakan salah satu di
antara ilmu-ilmu yang paling bermanfaat dan paling mulia. Sebab, ia akan
melahirkan rasa takut di dalam hati. Adalah Rasulullah berlindung kepada Allah
dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyuk dan doa yang tidak
didengar. Sebab, hati yang tidak khusyuk itu ilmunya tidak akan bermanfaat dan
doanya tidak akan didengar.
Kekhusyukan lebih wajib bagi para
dai. Jika kehusyukan tidak menjadi sifat dari para dai dan keadaan mereka
dewasa ini, maka musibahnya sangatlah besar. Perbaikan yang
ditunggu-tunggu menjadi semakin jauh,
dan pemberian petunjuk kepada manusia menjadi hanya lamunan dan angan-angan
belaka. Selanjutnya, dosa orang-orang yang menyatakan diri sebagai para
pembaharu justru berlipat-lipat dan kesalahan mereka menjadi sangat telak.
Betapa sering Islam ini tertimpa bencana disebabkan oleh- tangan- tangan
umatnya sndiri sebagaimana bencana yang disebabkan oleh serangan musuh-musuhnya.
Masing-masing pemimpin bertanggung
jawab atas bawahan yang dipimpinnya. Oleh karena itu, tanggung jawab para ayah
dan ibu di dalam mengkhusyukkan anak-anak mereka semakin berlipat. Ketika Malik
bin Dinar melihat seseorang yang buruk dalam mengerjakan shalatnya, dia
berkata, “Betapa aku sangat kasihan terhadap keluarganya.” Ditanyakanlah
kepadanya, “Wahai Abu Yahya, anak ini burk dalam mengerjakan shalatnya, akan
tetapi engkau justru merasa kasihan terhadap orang tuanya,” (Mengapa demikian?)
Daia menjawab, “Sesungguhnya dari merekalah dia belajar”.
“Do not read, as children do, to amuse yourself, or like the ambitious, for the purpose of instruction. No, read in order to live.”
― Gustave Flaubert
“Do not read, as children do, to amuse yourself, or like the ambitious, for the purpose of instruction. No, read in order to live.”
― Gustave Flaubert
Tidak ada komentar:
Posting Komentar